PPKM Darurat andalkan "delivery", mampukah restoran bertahan?
Sekretaris Jendral PHRI Pusat Maulana Yusran mengatakan akan menantang bagi restoran dan rumah makan untuk bertahan di tengah kebijakan PPKM Darurat ini, yang harus mengandalkan layanan take away dan pesan antar secara daring.
"Tidak bisa (mengandalkan pesan-antar saja), karena tubuh dari restoran bukan cuma kebutuhan makan dan minum, tapi adalah adanya aktivitas di lingkaran tempat restoran itu berada," kata Yusran kepada ANTARA, Sabtu.
Lebih lanjut, ia memberikan contoh restoran yang terletak di sekitar perkantoran. Jika perkantorannya aktif, maka restoran itu akan ada pergerakan dan bisa bertumbuh. "Kalau tidak ada yang bekerja (di lingkungan perkantoran tersebut), tentu aktivitas makan-minum di sana tidak laku buat mereka (restoran/rumah makan/kafe)" jelasnya.
Baca juga: PHRI harap pemerintah pertimbangkan insentif hotel dan restoran
Baca juga: PHRI dan Polda Sumsel luncurkan pelayanan tes COVID-19 di hotel
Pun dengan restoran yang berada di mal. Yusran mengatakan, keberadaan restoran di mal adalah untuk melengkapi aktivitas pengunjung yang mampir dan berbelanja di toko-toko retail yang berada di mal tersebut.
"Jadi, tubuh restoran bukan cuma untuk makan dan minum. Jika mereka (restoran) yang dulu sangat mengandalkan dine in diubah ke delivery atau take away, tidak serta-merta bisa langsung mengganti, menerima online tersebut," kata dia.
Saat disinggung mengenai aktivitas di sektor perhotelan, Yusran mengatakan dampak yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan sektor restoran yang mengandalkan pergerakan manusia.
"Dampak itu kita bisa bercermin di 2020, mulai pertengahan bulan Maret hingga Mei. Hotel juga mengandalkan mobilitas pergerakan orang, terutama antar-destinasi. Mobilitas itu ada pergerakan misalnya lintas provinsi, lintas kabupaten/kota. Sekarang, kondisinya lintas provinsi dan kabupaten/kota ini dibatasi," kata dia.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatur teknis perjalanan darat hingga udara di Jawa dan Bali selama PPKM Darurat. Beberapa di antaranya adalah masyarakat yang melakukan perjalanan darat harus menyertakan surat atau sertifikat vaksin. Minimal, sertifikat vaksin dosis pertama.
Lalu, masyarakat juga wajib membawa surat keterangan negatif COVID-19 lewat pemeriksaan PCR (2x24 jam) atau tes cepat antigen (1x24 jam) sebelum keberangkatan.
"Semua untuk melakukan pergerakan ini sudah dibatasi, dan tentu akan berimbas ke hotel. Terutama di DKI Jakarta, yang merupakan sumber aktivitas pergerakan orang yang utama," kata Yusran.
Meski demikian, ia berharap pemberlakuan kebijakan ini akan berjalan efektif, ditambah dengan vaksinasi yang kian masif dilakukan, demi menekan angka penyebaran COVID-19 yang belakangan ini sangat cepat di Indonesia.
Baca juga: PHRI setuju hentikan layanan isolasi jika pembayaran terus ditunda
Baca juga: PHRI sarankan pelonggaran pergerakan masyarakat pulihkan pariwisata
Baca juga: 50 cafe-restoran Kota Bandung sampaikan penurunan omset
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2021
Sumber: www.antaranews.com
0 Response to "PPKM Darurat andalkan "delivery", mampukah restoran bertahan?"
Post a Comment